Penulis : Nunik Sumasni, Tangguh Sutjaksono, Ardiatmiko
Foto : Kaskus.co.id
Orang yang tidak tahu sejarah, tidak akan mengerti hari ini dan tidak memiliki konsep untuk masa depan” demikianlah kutipan pernyataan R.H. Eddie Soekardi selaku tokoh sejarah pada peristiwa pertempuran Bojongkokosan.
Peristiwa Bojongkokosan pada tanggal 9 Desember 1945 merupakan awal dari serangan-serangan yang disusun oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pimpinan Letnan Kolonel Eddie Sukardi. Peristiwa tersebut kemudian menjadi pemicu awal dalam peristiwa yang dikenal dengan Perang Konvoy dan merupakan perang Konvoy pertama (The First Convoy Battle) tanggal 9 hingga tanggal 12 Desember 1945. Sedangkan Perang Konvoy kedua terjadi pada tanggal 10 hingga tanggal14 Maret 1946.
Penghadangan sepanjang 81 km mulai dari Cigombong, Bogor hingga Ciranjang, Cianjur, telah mengakibatkan banyak korban dari kedua belah pihak :
Pihak sekutu, 50 orang meninggal, 100 orang luka berat dan 30 orang menyerah
Pihak pejuang, 37 orang meninggal
Pertempuran melawan Sekutu di Gekbrong merupakan pertempuran yang pertama antara barisan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan tentara Inggris (Sekutu) di daerah Sukabumi yang telah menyisakan rasa penasaran bagi para pejuang karena belum berhasil mengalahkan pihak Sekutu.
Kesempatan untuk menggempur musuh terbuka pada tanggal 2 Desember 1945 di Desa Bojongkokosan. Di desa tersebut terjadi dua kali pertempuran. Pertempuran pertama tidak menimbulkan banyak korban tetapi pertempuran ke dua, Minggu tanggal 9 Desember 1945, merupakan pertempuran yang menggemparkan dunia, karena banyaknya korban yang gugur dari pihak tentara Inggris (sekutu).
Pertempuran Bojong Kokosan adalah pertempuran yang terjadi saat iring-iringan tentara Inggris (Sekutu) ketika hendak memperkuat pasukannya di Bandung, disergap oleh para pejuang Indonesia di Bojongkokosan, Sukabumi.
Para pejuang menyebutkan bahwa pasukan Sekutu yang hendak menuju Bandung, hanya terdiri dari ratusan tentara dan dikawal oleh tank jenis Stuart serta persenjataan modern. Sekitar pukul 15.00,
Kendaraan pengawal iring-iringan tentara Inggris (Sekutu) terjebak lubang yang disiapkan oleh para pejuang di jalan yang diapit oleh dua tebing di Bojongkokosan.
Pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat Sukabumi menyergap iring-iringan tentara Inggris (sekutu). Tercatat, 50 tentara Inggris (sekutu) tewas, 100 terluka dan 30 lainnya hilang.
Peristiwa penyergapan tentara sekutu oleh para pejuang di desa Bojongkokosan memberi inspirasi dan menambah motivasi bagi para pejuang di Bandung dalam melawan tentara sekutu hingga akhirnya timbul peristiwa bersejarah lain yaitu “Bandung Lautan Api”.
Sementara di Inggris, terjadi kehebohan karena jumlah korban yang jatuh di pihak sekutu dianggap cukup besar dan salah satu yang tewas ada seorang perwira tinggi tentara kerajaan Inggris hingga terjadilah perdebatan di parlemen Inggris yang juga menarik perhatian dunia.
Akhirnya Inggris membalas perbuatan para pejuang tersebut dengan menugaskan angkatan udaranya untuk membombardir kawasan Cibadak dan Cisaat. Desa-desa di sekitar arena pertempuran yang ditinggalkan kemudian dibombardir oleh pasukan udara Kerajaan Inggris (Royal Air Force).
Ratusan rumah hancur, setelah Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan. Inggris (Sekutu) membombardir beberapa desa di Kompa, Parungkuda dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.
Pada peristiwa pertempuran , 73 pejuang gugur dan nama para pejuang yang gugur, sebagian diabadikan dalam catatan di museum Bojongkokosan.
Berikut Kilas Balik Peristiwa Bojongkokosan : . Peristiwa Bojongkokosan berawal dari berita yang diterima oleh para pejuang Sukabumi di Pos Cigombong. Ada serombongan iring-iringan truk berisi tentara Inggris (sekutu) menuju Sukabumi. Mendengar berita tersebut, Kompi III pimpinan Kapten Murad dan Laskar Rakyat Sukabumi segera menduduki tempat pertahanan di pinggir (tebing) utara dan selatan jalan di Bojongkokosan.
Barisan pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojongkokosan diperkuat senjata rampasan dari tentara Jepang. Selain penghadangan laju kendaraan pasukan Sekutu dilakukan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Laskar Rakyat seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hisbullah pimpinan Haji Akbar dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) langsung ikut bergabung.
Menjelang sore, iring-iringan tentara Inggris (sekutu) datang dari arah Bogor. Mereka diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha. Iring-iringan tersebut masuk garis pertahanan Tentara keamanan Rakyat (TKR). Saat mendekati tebing Bojongkokosan, pejuang dan rakyat melepaskan tembakan. Pasukan Tentara keamanan Rakyat (TKR) dan Laskar Rakyat melakukan penyerangan secara sporadis.
Menyadari ada serangan, pasukan sekutu bersenjatakan peralatan perang modern melakukan pembalasan. Mereka membombadir pertahanan pejuang dengan tank baja dan senapan mesin. Balasan serangan sekutu membuat pertahanan pejuang menjadi sasaran lesatan peluru dan mortir.
Para pejuang berhasil lolos setelah beberapa jam melakukan penyergapan. Mereka meloloskan diri dari serangan balasan setelah hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan tersebut.
Melihat pejuang berhasil lolos, pasukan Inggris (sekutu) marah dan menyerang dengan membabi buta. Karena tidak terima, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Laskar Rakyat kembali melakukan penyerangan terhadap iring-iringan tentara Inggris (sekutu) yang diboncengi oleh tentara Belanda.
Pertempuran kembali terjadi di sepanjang jalan Bojongkokosan hingga perbatasan Cianjur seperti Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh hingga Degung. Pertempuran juga meluas hingga lintasan Ngaweng, Cimahpardi, Pasekon, Sukaraja, hingga Gekbrong di perbatasan Sukabumi-Cianjur.
Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung dibuat gentar. Akhirnya komandan sekutu mengajak berunding dengan pemimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pemerintah setempat. Diwakili Komandan Resimen III, Letnan Kolonel (Letkol) Edi Sukardi, akhirnya disetujuilah usulan gencatan senjata.
Gencatan senjata berlangsung hanya sehari. Tentara sekutu melakukan tindakan tidak terpuji. Tepat tanggal 10 Desember 1945, tentara sekutu kembali membombardir Kecamatan Cibadak. Pengeboman tersebut tercatat dalam majalah Belanda Fighting Cocks karangan Kolonel Doulton. Serangan pesawat-pesawat tempur itu bahkan tercatat sebagai yang terbesar sepanjang Perang Dunia II. Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui puluhan tetaranya tewas di tangan pejuang dan rakyat.
Komentar