Penduduk Kasepuhan atau Iebih tepat disebut warga kasepuhan dapat dikelompokkan pada dua bagian. Kelompok pertama adalah warga jiwa jero dan kelompok kedua adalah warga jiwa luar. Yang dimaksud warga jiwa jero adalah warga kasepuhan yang memiliki pertalian darah dengan Abah Anom meskipun pertaliannya sudah sangat jauh dan sangat rumit untuk ditelusuri. Warga jiwa jero ini bertempat tinggal di Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar dan kampung-kampung lainnya dengan tetap mengikuti semua tradisi kasepuhan secara penuh, terutama dalam bidang pertanian. Kelompok kedua yaitu warga jiwa luar adalah mereka yang statusnya dalam warga kasepuhan sebagai warga simpatisan atau sebagai pengikut kasepuhan. Pada umumnya, warga jiwa luar berada di luar kasepuhan Ciptagelar dan tidak melakukan tradisi pertanian secara penuh tetapi tetap mengakui kasepuhan dan sering meminta bantuan spiritual kepada sesepuh girang. Warga jiwa luar kasepuhan mempunyai kewajiban untuk membayar uang ngajiwa (sensus para incu putu) dan ngalaukan (iuran dana upacara seren taun). Menurut Abah Anom, jiwa luar tidak hanya tersebar di wilayah Sukabumi, tetapi menyebar sampai ke Lebak, Bogor, Bandung, Jakarta, Lampung, Palembang bahkan sampai ke Sulawesi. Berdasarkan catatan terakhir yang ada pads pamakayan (dukun tani) disebutkan bahwa jumlah warga kasepuhan yang termasuk dalam jiwa jero sebanyak 15.795 jiwa terhimpun dalam 3.833 KK. Sementara warga kasepuhan yang berada di Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar sebanyak 338 jiwa terhimpun dalam 76 KK. Pada umumnya, warga kasepuhan yang berada di Kampung Gede memeluk agama Islam. Kehidupan keagamaan mereka masih berbaur dengan sistem kepercayaan non Islami yang merupakan adat istiadat Ieluhurnya. Bahkan dalam beberapa hal adat istiadat lebih menonjol, misalnya kepercayaan terhadap Dewi Sri yang tercermin dalam berbagai upacara adat pertanian. Pendidikan warga kasepuhan Ciptagelar relatif rendah. Pada umumnya, mereka hanya mengikuti pendidikan formal sampai kelas tiga sekolah dasar dan hanya beberapa orang saja yang telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dan SLTP, di antaranya Abah Anom Encup Sucipta. Kurangnya warga yang mendapat pendidikan formal, selain diakibatkan taraf ekonomi juga lebih dikarenakan oleh faktor tradisi dan persepsi warga terhadap pendidikan. Bagi warga kasepuhan, sekolah tidak perlu tinggi-tinggi, yang penting dapat membaca dan menulis, sebab akhirnyamereka tetap harus kembali pada tata cara kehidupan tradisional. Oleh karena itu, warga kasepuhan lebih mengarahkan anak-anak pada pekerjaan sebagai petani dan penerus tradisi leluhurnya. Warga Kasepuhan Ciptagelar tidak menutup diri terhadap inovasi dari luar, terbukti dengan masuknya listrik dan alat-alat elektronik. Alat-alat elektronik yang dimiliki warga Kasepuhan Ciptagelar antara lain radio, radio tape dan televisi, beberapa di antaranya dilengkapi dengan parabola. Di rumah sesepuh girang (Abah Anom) terdapat alat elektronik radio tape dan televisi, bahkan khusus sesepuh girang mempunyai pesawat telepon dan kendaraan Jeep.
Komentar